Sebagai satu-satunya negara yang tidak bergabung dengan Uni Eropa, Maroko boleh dibilang maju pesat dalam urusan hak asasi manusia.
Negara yang merdeka dari Prancis dan Spanyol pada 1956 ini tahu bagaimana caranya menghormati hak asasi manusia.
Hal itu disampaikan oleh Presiden AS George W Bush dalam pertemuan Majelis Umum PBB beberapa waktu lalu. Dalam pidatonya tersebut, Bush menyinggung keberhasilan Maroko dan beberapa negara lainnya dalam menjalankan prinsip hak asasi manusia.
"Salut untuk negara-negara yang menghormati kebebasan dan demokrasi, termasuk diantaranya Maroko," ujar presiden AS ke-43 itu.
Sejauh ini, memang Maroko menunjukkan kemajuan yang berarti dalam hal hak asasi manusia walaupun masih menyisakan sejumlah masalah. Ini berdasarkan Laporan Tahunan Tentang Praktek Hak Asasi Manusia tahun 2006 yang dirilis oleh Public Affairs Section Duta Besar AS tahun 2006.
Dalam laporan itu ditulis, pihak pemerintah Maroko mulai memperhatikan pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia di masa silam dengan memberikan kompensasi untuk Dewan Hak Asasi Manusia bagi kasus-kasus penangkapan, orang hilang, dan penganiayaan tertentu selama kurun waktu antara 1956 dan 1999.
Di bulan Maret, pemerintah memberlakukan undang-undang anti penyiksaan. Debat yang luas dan terbuka muncul di ruang publik maupun pers walaupun masih ada pembatasan atas kebebasan pers dan berbicara.
Perdagangan manusia, terutama untuk eksploitasi seksual, serta buruh anak tetap merupakan isu-isu yang menjadi perhatian. Meskipun demikian, baik pemerintah maupun masyarakat sipil semakin aktif memberikan perhatiannya pada hal-hal tersebut.
Bush menambahkan, sikap demokratis yang dikeluarkan setiap negara bisa membantu membentengi diri dari ekstrimis etnis. Maroko sendiri juga pernah kena dampak aksi terorisme pada 16 Mei 2003 silam.
Sekitar 40 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka setelah lima bom bunuh diri mengguncang Cassablanca, kota terbesar di negara kerajaan tersebut.
