Politik Global

Aminatou Haidar yang Memilih Mogok Makan

KOMENTAR
post image

Aminatou Haidar sedang menjadi buah bibir. Sudah hampir satu bulan ibu dua anak ini mogok makan di Bandara Lanzarote, Kepulauan Kanari, Spanyol.

Tubuh wanita kelahiran Tata, sebuah kota di Provinsi Agadir, sebelah utara Maroko, ini dikabarkan semakin lemah, dan berat tubuhnya menyusut drastis. Salah satu tayangan televisi Spanyol baru-baru ini memperlihatkan Aminatou Haidar dengan menggunakan kursi roda menimbang badannya di Bandara Lanzarote.

Mogok makan Haidar sampai juga ke telinga Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton. Kamis pekan lalu (10/12) Hillary Clinton menghubungi koleganya Menteri Luar Negeri Maroko Taieb Fassi-Fihri untuk membahas kasus Haidar. Dalam pembicaraan itu, Hillary Clinton menitipkan salam untuk Haidar dan berharap agar Haidar segera menghentikan aksinya itu.

Hari Senin kemarin (14/12), Hillary Clinton kembali membahas kasus Haidar ketika bertemu dengan Menteri Luar Negeri Spanyol Miguel Ángel Moratinos di Washington DC. Kedua menteri luar negeri sepakat mencari jalan keluar yang paling tepat agar Aminatou Haidar segera berhenti mogok makan. Di Maroko, tanah kelahirannya, pemerintahan Raja Muhammad VI menegaskan bahwa Aminatou Haidar adalah korban politisasi pemerintahan Aljazair yang selama lebih dari tiga dekade mengganggu integritas wilayah kerajaan itu dengan mendukung kelompok separatis Polisario.

Hari Senin (14/12), misalnya, di depan delegasi Parlemen Spanyol, termasuk Ketua Parlemen Kepulauan Kanari Antonio Castro, Menlu Maroko Taieb Fassi-Fihri menjelaskan bahwa mogok makan yang dilakukan Haidar lebih merupakan bagian dari strategi yang dikembangkan Aljazair untuk memojokkan Maroko. Taieb Fassi-Fihri juga membantah tudingan yang menyebut Maroko menjajah Sahara Barat. Persoalan mengenai wilayah Sahara Barat, tambah Taieb Fassi-Fihri, saat ini berada di tangan Perserikatan Bangsa Bangsa.

Menurut catatan sejarah, Sahara Barat merupakan bagian dari wilayah kerajaan Maroko sebelum negara-negara Eropa menjajah benua Afrika menjelang akhir abad ke-19. Dalam Konferensi Berlin yang digelar 1885, pemimpin-pemimpin negara Eropa sepakat untuk membagi-bagi wilayah benua Afrika. Maroko Besar atau Greater Morocco, misalnya, dipecah menjadi beberapa bagian. Dua bagian utama, yakni utara dan selatan, dijajah oleh Prancis (utara) dan Spanyol (selatan). Bekas jajahan Prancis itulah yang kini dikenal sebagai Kerajaan Maroko, dan bekas jajahan Spanyol itu kemudian dikenal sebagai Sahara Barat. Wilayah Maroko Besar sebelum penjajahan Eropa meliputi Mali dan sebagian Mauritania. Pada 1950-an, Prancis meninggalkan Maroko, dan Sahara Barat yang kaya akan phosphate dikembalikan Spanyol kepada Kerajaan Maroko pada 1970-an.

Sejak saat itulah konflik terjadi di kawasan Sahara Barat. Aljazair, negeri tetangga Maroko yang sama-sama merupakan korban kolonialisme Eropa menampung kelompok separatis Maroko yang menginginkan agar Sahara Barat berdiri sendiri sebagai negara yang berdaulat. Berbagai pembicaraan di tingkat internasional, termasuk di PBB, telah dilakukan untuk menyelesaikan konflik ini. Sejauh ini, PBB menyepakati Sahara Barat sebagai bagian integral dari Maroko dengan status otonomi khusus. Pemerintah Maroko pun menyepakati hal itu. Hanya kelompok Polisario yang berada di kamp pengungsi di Tindouf, Aljazair yang menolak.

Kembali ke Aminatou Haidar. Di panggung internasional, wanita kelahiran 1966 ini dianggap sebagai salah seorang pejuang HAM wanita yang patut diperhitungkan. Aminatou Haidar mendarat di Bandara Laayoune di Provinsi Sahara Maroko (Sahara Barat) pada tanggal 13 November 2009 setelah mengunjungi sejumlah negara, termasuk Amerika Serikat, dimana ia menerima anugerah Civil Courage Prize 2009 atas sponsorship Aljazair. Sehari kemudian, pemerintah Maroko mendeportasi Aminatou Haidar ke Bandara Lanzarote di Kepulauan Kanari, wilayah Spanyol, yang berada beberapa ratus mil lau dari pantai barat Maroko.

Aminatou Haidar sebetulnya berasal dari keluarga nasionalis Maroko. Kakeknya pernah menjadi walikota atau caid di Laayoune, wilayah utara Maroko. Sementara ayahnya tercatat sebagai anggota Angkatan Bersenjata. Sebelum bergabung dengan kelompok Polisario, Aminatou Haidar adalah seorang pegawai negeri sipil di Boujdour.

Pemerintah Maroko dan Spanyol yang terseret persoalan ini telah menawarkan jalan keluar. Pemerintah Maroko bersedia memberikan kembali paspor Aminatou Haidar yang ditahan, sementara pemerintah Spanyol bersedia menerimanya sebagai pengungsi. Namun Aminatou Haidar menolak tawaran itu. Ia tetap bersikeras melanjutkan mogok makan dan mencoba menarik perhatian dunia internasional atas kasus ini. Seperti halnya pemerintah Maroko, pemerintah Spanyol pun mencurigai peranan Aljazair di balik aksi Aminatou Haidar.

Justru orang-orang yang berada di sekeliling Aminatou Haidar lah, menurut Menlu Spanyol, Miguel Ángel Moratinos, yang mencegah Aminatou Haidar kembali ke Laayoune. Sementara Partai Rakyat Spanyol menuding Polisario dan Aljazair sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas persoalan ini. Kedua Polisario dan Aljazair, sebut partai itu, memanfaatkan Aminatou Haidar dan mendorong agar Aminatou Haidar melanjutkan aksinya.

??Kecurigaan pemerintahan Maroko dan Spanyol terhadap peranan Aljazair semakin kuat setelah sebuah foto yang memperlihatkan pertemuan antara Aminatou Haidar dan Dutabesar Aljazair untuk Amerika Serikat Abdallah Baali beredar luas. Di dalam foto itu Aminatou Haidar diapit oleh seorang pemimpin Polisario dan Dubes Baali di Kedutaanbesar Aljazair di Washington DC.

Foto Lainnya

Menlu Maroko dan Menlu Jepang Sepakat Perkuat Kemitraan

Sebelumnya

Pemimpin-pemimpin Spanyol Memuji Kemajuan Maroko

Berikutnya

Artikel Sahara