Politik Global

Dunia Internasional Kecam Kamp Polisario-Aljazair

KOMENTAR
post image

Dunia internasional mendukung upaya Kerajaan Maroko dalam otonomi wilayah Sahara, guna mengakhiri konflik dengan kaum separatis Polisario, karena merupakan solusi terbaik dalam menciptakan perdamaian manusia di daerah tersebut.

Apalagi, pembangunan perkemahan pengungsi Polisario di Tindouf, Aljazair yang terletak di dekat garis perbatasan dengan Maroko, yang saat ini dipimpin Raja Muhammad VI, telah mengundang banyak kecaman, karena merugikan banyak pihak dan menyimpan cerita kekejaman yang tidak manusiawi.

Jelang sidang Dewan Hak Asasi Manusia (HRC) PBB di Jenewa, suatu organisasi internasional yang mengurusi masalah HAM, The International Agency for Development, pada Senin (15/3) lalu, menyatakan keprihatinannya pada korban-korban dalam kamp pengungsian Tindouf dan mendesak masyarakat internasional untuk campur tangan dalam membuka tabir pelanggaran hak asasi manusia tersebut, yang dimana kesalahan ini adalah tanggung jawab pihak Polisario dan Aljazair.

Maklum, Aljazair, yang merupakan negara tetangga Maroko, ditengarai ikut andil dalam mempengaruhi kelompok separatis Polisario, dengan menampungnya di perkemahan Tindouf yang bersebelahan dengan wilayah Maroko. Dari perkemahan Tindouf inilah, Polisario melancarkan serangan hingga 1990-an lalu.

Berbicara sebelum sidang HRC PBB, aktivis internasional, Khadijah Rouissi mengungkapkan perhatian khususnya terhadap fenomena di kamp-kamp Tindouf di Aljazair, di mana masyarakatnya tidak memiliki perlindungan.

Bahkan saat ini, katanya, "kami telah menyita lebih dari 168 kasus penduduk Mauritania yang hilang, diculik oleh Polisario di utara Mauritania dan diasingkan dalam kamp Tindouf di Aljazair, yang sampai saat ini tidak ada berita tentang nasib mereka.”

Dalam waktu dan tempat yang sama, Agenda Internasional bagi Perdamaian dan Pembangunan di wilayah Great Lakes (AIPD), telah menyerukan hak untuk menentukan nasib sendiri.

"Hak untuk menentukan nasib sendiri tidak boleh menjadi alibi pada disintegrasi negara-negara berdaulat," kata Maurice Katala, Presiden AIPD.

Katala juga telah memberi imbauan untuk melindungi populasi manusia di kamp Polisario Tindouf dan memperbaiki situasi kemanusiaan di kamp-kamp ini, yang dia perkirakan, terus memburuk tanpa adanya perlindungan internasional.

Bahkan, secara khusus Komite Internasional yang mengurusi Hak Asasi Manusia di wilayah Afrika (Cirac) pada Selasa (16/3) lalu di Jenewa, meminta Dewan Hak Asasi Manusia (HRC) PBB dan kelompok hak asasi manusia internasional lainnya untuk memulai penyelidikan yang mendesak, guna mengungkapkan kekejaman yang dilakukan oleh Polisario terhadap warga sipil Mauritania.

Presiden Cirac, Martin Maluza, menyatakan bahwa pihaknya akan memfokuskan perhatian pada situasi penduduk di kamp-kamp Tindouf yang telah tinggal selama lebih dari tiga puluh tahun, dimana para penduduk tidak mempunyai perlindungan terhadap hak-hak mereka.

Pada HRC, Maluza melaporkan serangan serius mengenai pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh Polisario terhadap para sukarelawan asal Mauritania yang berdedikasi untuk kerja kemanusiaan di kamp-kamp Polisario, di tahun 1970-an.

Ketika itu, karena alasan-alasan politik dalam negeri, Polisario mengkambing hitamkan para sukarelawan, dengan mengatakan bahwa mereka adalah musuh dan langsung diasingkan di penjara, di mana puluhan orang tak berdosa tersebut disiksa dan harus kehilangan nyawa di bawah siksaan cambuk.

Sementara, presiden Forum Canario-Sahraoui, sebuah asosiasi warga Maroko Sahara dan Kepulauan Canary, Miguel Ortiz Asim menyalahkan Aljazair, karena mendukung gerakan separatis Polisario dan meminta negara tersebut bertanggung jawab secara hukum dan moral.

Foto Lainnya

Menlu Maroko dan Menlu Jepang Sepakat Perkuat Kemitraan

Sebelumnya

Pemimpin-pemimpin Spanyol Memuji Kemajuan Maroko

Berikutnya

Artikel Sahara