Politik Global

Inilah Raja Muda yang Memperkuat Pondasi Reformasi

KOMENTAR
post image
Raja Muhammad VI mengambil jalan yang berbeda. Kebanyakan pemimpin negara di kawasan Timur Tengah menghadapi gelombang demonstrasi beberapa waktu terkahir ini dengan kekerasan, seperti yang sempat terjadi di Mesir, Yaman, Aljazair, Bahrain, dan terutama Libya, atau turun meninggalkan gelanggang seperti yang dilakukan Ben Ali dari Tunisia dan Hosni Mubarak dari Mesir. Adapun Raja Muhammad yang masih terbilang belia, 47 tahun, malah memperkuat pondasi reformasi Maroko yang sebetulnya sudah dimulai sejak 1997.

Pekan ini dunia kembali menyaksikan komitmen Muhammad VI yang begitu kuat pada demokrasi. Ia mengumumkan amandemen konstitusi kerajaan yang telah berdiri sejak abad kedelapan itu hari Rabu lalu.

Sebagian besar rakyat Maroko menyambut positif amandemen itu. Namun demikian tetap ada saja kelompok yang merasa amandemen itu tidak substansial dan tidak merupakan bagian dari kepentingan mereka (kelompok penentang).

Kelompok radikal Islam, Al-Adl wa ‘l-lhasan, misalnya. Sejumlah laporan menyebutkan bahwa kelompok ini sejak lama berusaha menumbangkan kerajaan dan menggantinya dengan apa yang mereka pahami sebagai pemerintahan Islam. Kelompok pemberontak dan separatis Polisario yang sejak pertengahan 1975 mengaku menjadi pemilik yang sah wilayah di selatan Maroko, juga tak menyambut gembira. Aljazair, negeri tetangga Maroko yang selama ini mendukung Polisario, pun bersikap sama sinisnya.

Dalam pidatonya, Raja Muhammad VI mengatakan bahwa amandemen Konstitusi itu akan mengurangi kekuasaannya di hadapan Parlemen Maroko yang dihasilkan dari pemilihan umum langsung. Prinsip pemisahan kekuasaan akan semakin diteguhkan, sementara perlindungan hak individual akan semakin diperkuat. Kekuasaan pemerintah daerah pun semakin besar mengikuti kebijakan regionalisme yang selama beberapa tahun terakhir telah diinisiasi.

Cabang yudikatif yang selama ini berada di bawah eksekutif akan dinaikkan derajatnya, dan diletakkan berdampingan dengan eksekutif. Sementara Perdana Menteri tidak lagi ditunjuk raja dari pemenang pemilu dan memiliki hak yang semakin besar terhadap kekuasaan eksekutif.

Raja Muhammad VI memang kerap membuat mata pengamat politik Timur Tengah terbelalak. Tahun 1999 sesaat setelah dinobatkan sebagai raja, ia mengundang tokoh-tokoh oposisi yang berada di luar negeri dan pengasingan untuk kembali ke Maroko. Ia pun memberikan kesempatan kepada kelompok oposisi untuk ikut dalam pemilihan umum. Pemerintahan Youssofi beberapa tahun lalu adalah pemerintahan koalisi oposisi pertama di Maroko sejak negara itu melepaskan diri dari cengkeraman Prancis dan Spanyol.

Dalam amandemen ini, bahasa Amazigh milik suku Barber juga akan dinaikkan derajatnya menjadi salah satu bahasa resmi di negara itu di samping bahasa Arab. Sudah sejak beberapa tahun terakhir pemerintah Maroko mempromosikan penggunaan bahasa dan aksara Amazigh dalam kehidupan masyarakat Maroko.

Amandemen konstitusi ini juga memuat pembentukan badan-badan regional melalui pemilihan umum. Badan-badan inilah yang nantinya akan mengontrol dan mengawasi gubernur yang diangkat raja.

Foto Lainnya

Menlu Maroko dan Menlu Jepang Sepakat Perkuat Kemitraan

Sebelumnya

Pemimpin-pemimpin Spanyol Memuji Kemajuan Maroko

Berikutnya

Artikel Sahara