Politik Global

Partai Politik Baru Didirikan, Dominasi Polisario Terancam

KOMENTAR
post image
Dominasi Polisario yang selama lebih dari tiga dekade mengklaim sebagai satu-satunya representasi politik para pengungsi Sahrawi di Kamp Tindouf, Aljazair, terancam. Saharawi Democratic Rally (RSD), partai politik yang baru berdiri di Kamp Tindouf, menawarkan upaya mencapai masa depan Sahrawi berdasarkan prinsip demokrasi, keadilan dan kebebasan. RSD juga bertekad mengakhiri tirani Polisario. Sebelum bangsa Eropa menjajah Afrika, Sahara merupakan bagian dari Kerajaan Maroko Raya. Pada 1912 dua kekuatan besar di Eropa, Prancis dan Spanyol, sepakat untuk membelah dua kerajaan itu. Ini adalah implementasi dari perjanjian damai antarnegara Eropa di Konferensi Berlin antara 1884-1885 yang memutuskan dan menyepakati pembagian benua Afrika untuk negara-negara Eropa. Prancis menduduki wilayah utara Maroko, dan Spanyol berkuasa di Gurun Sahara yang berada di selatan. Pada 1956 Prancis meninggalkan Maroko, disusul oleh migrasi besar-besaran wargakerajaan Maroko dari Sahara ke utara. Sejak saat itu, perlawanan orang-orang Sahara terhadap Spanyol mulai menemukan bentuk atas bantuan para pejuang dari Maroko (utara). Pada Mei 1973 kelompok pejuang di Sahara (selatan) mendirikan Popular Front for the Liberation of Saguia el Hamra and Rio de Oro. Pada 1976, setelah Spanyol akhirnya meninggalkan Sahara, beberapa pejuang Polisario yang berada di Kamp Tindouf di Aljazair mendirikan Republik Demokratik Arab Sahrawi (RDAS). Sejak itulah konflik antara Maroko dan Polisario terjadi. Di sisi lain Polisario mengklaim sebagai satu-satunya representasi politik para pengungsi di Tindouf dan mendirikan RDAS. Sejak Agustus 1976 hingga hari ini Sekretaris Jenderal Polisario Mohammed Abdelaziz didaulat sebagai presiden negara itu. Dalam satu dekade terakhir, tidak hanya sistem politik satu-partai yang dikembangkan RDAS yang dikritik banyak pihak. Para Polisario pun diduga mulai main mata dengan kelompok ekstremis di kawasan Sub Sahara atau Sahel. Selain itu, penjuang-pejuang Polisario juga diduga terlibat dalam sejumlah kejahatan transnasional seperti penyelundupan senjata dan obat-obat terlarang juga perdagangan manusia. Dukungan NGO internasio yang semakin berkurang ditengarai menjadi saah satu sebab utama mengapa Polisario dengan aksi kejahatan transnasional itu. Di sisi lain, kehidupan para pengungsi di Tindouf pun dilaporkan banyak pihak semakin sulit dan mengenaskan. Polisario dan pemerintahan RDAS tidak memperbolehkan badan PBB yang menangani pengungsi (UNHCR) memasuki kamp untuk mendata dan menyakan kepada setiap pengungsi apa yang menjadi aspirasi mereka selama ini. Kehadiran partai baru RSD diharapkan banyak kalangan akan mengubah peta politik di Kamp Tindouf dengan sangat signifikan. Juga diharapkan dapat mewarnai proses pembicaraan damai dengan Kerajaan Maroko yang sudah hampir empat tahun terakhi ini menemui jalan buntu. Polisario dan Aljazair sejak pembicaraan damai 2007 lalu selalu mengambil sikap diam dan pasif terhadap proposal otonomi khusus yang disampaikan Raja Muhammad VI. Dalam jumpa pers hari Jumat pekan lalu yang digelar di Paris, Prancis, Jurubicara RSD yang merupakan salah seorang pendiri partai itu, Salah Khatri berjanji partainya akan mencari jalan untuk menemukan solusi politik yang paling memadai untuk menyelesaikan isu Sahara. Masih pekan lalu, pada hari Rabu (23/3) Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton juga menyampaikan dukungan atas proposal damai yang diberikan kepada Sahara. Menurut Clinton yang berbicara dalam jumpa pers bersama dengan Menlu Maroko Taib Fassi Fihri, ini proposal damai itu adalah usul yang serius, realistis, dan masuk akal. Clinton juga mengatakan negaranya mendukung penuh peranan PBB danUtusan Khusus Sekjen PBB, Christopher Ross, yang bekerja keras untuk menemukan jalan damai bagi Maroko dan Sahara.

Foto Lainnya

Menlu Maroko dan Menlu Jepang Sepakat Perkuat Kemitraan

Sebelumnya

Pemimpin-pemimpin Spanyol Memuji Kemajuan Maroko

Berikutnya

Artikel Sahara