Politik Global

Inilah Lima Jurus Sakti yang Harus Dimainkan Eropa untuk Menghentikan Revolusi Afrika Utara

KOMENTAR
post image
Sudah hampir setengah tahun api revolusi membakar Timur Tengah, khususnya kawasan Maghribi di utara benua Afrika. Masyarakat internasional semakin hari semakin khawatir konflik di kawasan itu, atau setidaknya dampak buruk yang dihasilkan dari kegagalan pemerintahan negara-negara di kawasan itu, akan menyebar dengan cepat ke kawasan lain.

Eropa yang hanya dipisahkan oleh jarak sepelemparan batu dari Maghribi, jelas merasa paling terancam. Beberapa waktu belakangan ini berbagai laporan dari sejumlah lembaga internasional menyebutkan bahwa instabilitas di kawasan itu telah dimanfaatkan oleh berbagai kelompok petualang untuk memperluas wilayah operasi mereka. Berbagai aktivitas terlarang mulai dari perdagangan manusia, perdagangan senjata, sampai penyelundupan obat-obatan terlarang meningkat tajam mengirimi konflik yang tak tertahankan ini. Begitu juga dengan aksi terorisme.

Dari lima negara Afrika Utara, hanya Kerajaan Maroko yang terbilang stabil. Gelombang revolusi yang menghantam Tunisia, Mesir dan Libya juga Aljazair tak bertiup ke arah Maroko.

Berbagai penyebab mengapa Maroko berhasil menghadapi gelombang revolusi telah sering dibahas. Antara lain, karena berbeda dengan empat negara lain di kawasan itu, Maroko jauh-jauh hari telah memberikan ruang yang cukup luas bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi lewat saluran-saluran demokratis yang ada.

Menurut Association for International Affairs (AIA), sebuah NGO yang bermarkas di Praha, Republik Czech, Uni Eropa harus ikut memikirkan bagaimana caranya agar api revolusi di Maghribi dapat segera dipadamkan sehingga tak mengancam keseluruhan Eropa. Dalam kertas kerja berjudul “The Changing Security Situation in the Maghreb” yang dihasilkan empat peneliti AIA, yakni Daniel Novotný, Abdessamad Belhaj, Marek ?ejka, Alice Savovová, disebutkan bahwa setidaknya ada lima hal yang dapat dilakukan Uni Eropa.

Pertama, Uni Eropa harus mendukung proses demokratisasi dan melindungi warga di negara-negara di kawasan itu yang sedang dilanda badai politik. Kedua, masyarakat Eropa juga diminta untuk memberikan perhatian ekstra pada isu keamanan manusia. Ketiga, di atas semua itu, Uni Eropa harus mempromosikan pemberdayaan masyarakat Maghribi. Bagi kalangan pemuda Maghribi, persoalan mengenai manusia dan kemanusiaan merupakan prioritas yang tidak bisa ditawar lagi. Selain itu, pemuda Maghribi juga menganggap bahwa demokrasi berasosiasi dengan kebebasan dan keadilan.

Hal keempat yang harus dilakukan masyarakat Eropa untuk menghentikan konflik di kawasan Timur Tengah dan Maghribi adalah dengan melakukan intervensi yang melibatkan pendekatan tradisional seperti intelijen dan kebijakan luar negeri, serta di sisi lain demokratisasi, pembangunan dan proses keamanan dari bawah.

Terakhir, menurut kertas kerja itu, masyarakat di kawasan Eropa Tengah dan Eropa Timur harus dilibatkan untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai proses demokratisasi yang pernah terjadi sebelumnya di Eropa.

Kalangan pemerhati ekonomi dan politik Maghribi berpendapat bahwa gelombang demokrasi 1989 yang terjadi di Eropa Tengah dan Eropa Timur memiliki persamaan dengan gelombang demokrasi di Maghribi saat ini. Menurut AIF, Eropa Tengah dan Eropa Timur dapat menjadi model revolusi di negeri-negeri Arab, khususnya Maghribi. Selain itu, Maroko yang stabil pun dapat dijadikan model ideal bagi negara-negara di kawasan itu.

Foto Lainnya

Menlu Maroko dan Menlu Jepang Sepakat Perkuat Kemitraan

Sebelumnya

Pemimpin-pemimpin Spanyol Memuji Kemajuan Maroko

Berikutnya

Artikel Sahara