Jaringan trem yang dibangun tahun lalu sudah mulai beroperasi dalam beberapa bulan terakhir. Pembangunannya diharapkan selesai tahun depan. Ruas jalan yang terbentang di atas sungai Oued Bouregreg yang memisahkan Rabat dan Salah juga sudah selesai dibangun.
Ada satu hal yang tampaknya berbeda kali ini. Di beberapa penjuru kota masyarakat Rabat menggelar festival hingga tengah malam. Berbagai tarian rakyat dari berbagai daerah ditampilkan di atas panggung yang sederhana namun meriah.
Selain untuk memperingati Isra' Mi'raj Nabi Muhammad SAW, perjalanan suci dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa di Jerussalem sekarang sebelum naik ke langit untuk menerima perintah shalat, festival kali ini juga digelar untul menyambut referandum amandemen konstitusi yang akan digelar di seluruh negeri besok (Jumat, 1/7).
Selebaran bertebaran di beberapa penjuru kota. Isinya: katakan "na'am" alias "iya" untuk referandum konstitusi. Dalam referandum yang akan digelar besok, hanya ada satu pertanyaan yang diajukan: apakah Anda mendukung atau tidak mendukung draft konstitusi baru?
Adalah Raja Muhammad VI yang menginisiasi amandemen konstitusi ini. Hal itu disampaikannya tanggal 9 Maret lalu. Maroko akan mengamandemen konstitusi Maroko secara komprehensif. Begitu janji raja muda yang menggantikan ayahnya, Hassan II, yang mangkat tahun 1999.
Sebelum itu, pada 20 Februari, puluhan rakyat Maroko di berbagai kota menggelar demonstrasi. Walau dilakukan bersamaan dengan revolusi yang menghumbalang empat negara Afrika Utara lainnya, namun demonstrasi raksasa di Maroko agak berbeda, bahkan jauh berbeda.
Rakyat sama sekali tak meminta agar Raja Muhammad VI meninggalkan istana. Pria kelahiran 1963 ini dianggap cukup bijaksana. Muhammad VI memulai reformasi politik segera setelah dinobatkan sebagai raja. Ia membebasakan pers yang pada masa kekuasaan ayahnya cukup dikekang. Ia mendirikan Instance Equite et Reconciliation (IER) yang bertugas menyelidiki pelanggaran HAM yang terjadi pada masa kekuasaan Hassan II.
Setelah pemilik gelar PhD bidang hubungan internasional dari French University of Nice Sophia Antipolis ini naik tahta banyak pelarian politik, terutama dari kelompok separatis Polisario, yang kembali ke pangkuan kerajaan. Mereka diampuni bahkan di antaranya ada yang diangkat menjadi pejabat dan diplomat. Pada tahun 2004, Raja juga mengesahkan hukum keluarga baru yang memperluas hak kaum perempuan.
Pembangunan infrastruktur dan pengentasan kemiskinan terutama di kawasan Tangier di utara dan Sahara di selatan, juga menjadi hal yang biasa dalam masa kekuasaannya sejauh ini.
Bila tak meminta agar Raja Muhammad VI turun, lantas apa yang diinginkan kaum muda Maroko?
Sederhana: reformasi sosial dan politik.
"Maroko akan memperluas reformasi politik yang selama itu telah dilakukan," jawab Raja Muhammad VI dalam pidato 9 Maret.
Ciri utama amandemen konstitusi itu, sambung Raja, adalah memperluas hak individu dan kelompok, serta mempertegas perlindungan terhadap HAM.
Untuk merealisasikan janji tersebut, Raja Muhammad VI membentuk komite konstituante yang terdiri dari sejumlah ahli dan tokoh politik. Merekalah yang menggodok draft konstitusi baru.
Pada tanggal 9 Juni, ketua Komite Konstituante Abdeltif Menouni mengumumkan beberapa hal penting dalam draft yang mereka rumuskan. Termasuk di antaranya pengalihan kekuasaan dari Raja ke Perdana Menteri, pembentukan badan peradilan yang independen, juga pengakuan bahasa Berber atau Amazigh sebagai bahasa resmi selain bahasa Arab.
Raja Muhammad VI sama sekali tak menentang draft itu. Sepekan kemudian Sang Raja bahkan meyakinkan bahwa dirinya akan mengurangi kekuasaan dan menegakkan konstitusional monarki yang bekerja sama dengan parlemen pilihan rakyat, seperti yang sudah-sudah.
Di dalam draft konstitusi baru, bagian yang menyebutkan bahwa raja merupakan entitas yang sakral akan dihapuskan. Namun demikian raja tetap menjadi penanggung jawab tertinggi keamanan dan pertahanan, juga tetap menjadi amirul mukminin atau pemimpin umat Islam Maroko.
Raja akan memilih perdana menteri dari partai yang menang dalam pemilu. Selama ini hal itu tak pernah dinyatakan dalam konstitusi. Perdana menteri ditegaskan sebagai kepala pemerintahan dan memiliki kekuasaan membubarkan parlemen rendah. Kerajaan juga melarang penyiksaan, penghilangan paksa dan berbagai bentuk diskriminasi.
Sejauh ini dikabarkan tidak ada penentangan dari kalangan politisi, termasuk dari partai oposisi. Partai Liberal Maroko yang berada di papan bawah, misalnya, memasang spanduk raksasa di depan kantor mereka yang berada tak jauh dari kantor Marghrebe Arab Press, kantor berita resmi kerajaan. Na'am, begitu tertulis dalam spanduk itu bersama gambar singa yang menjadi simbol Partai Liberal.
Partai Istiqlal dan Partai Keadilan Pembangunan, dua partai terbesar di dalam tubuh Parlemen, pun tentu saja memberikan dukungan serupa.
Sejumlah laporan menyebutkan bahwa konflik yang kerap terjadi menjelang referandum adalah antara kelompok masyarakat yang mendukung dan menentang.
Sehari menjelang referandum suasana di kota Rabat terlihat tenang-tenang saja.
"Besok saya akan bekerja seperti biasa. Kalau ada waktu saya datang memberikan suara (dalam referandum)," ujar seorang laki-laki yang bekerja di tempat penukaran uang di distrik Hassan.
Ibrahim, seorang pegawai Departemen Dalam Negeri yang sedang menunggu trem di sebuah stasiun yang masih berada di kawasan pusat kota memastikan dirinya akan datang ke bilik suara.
"Saya mendukung konstitusi baru," ujarnya.
"Raja Muhammad VI begini," katanya lagi sambil mengacungkan jempol tangan kanannya.