Sementara, 85 Persen Memilih Na'am!
Seperti diperkirakan sebelumnya, mayoritas rakyat Maroko mendukung draft konstitusi baru dalam referandum yang digelar hari ini (Jumat, 1/7). Sampai berita ini diturunkan, sudah 48,1 persen suara yang dihitung dalam tabulasi nasional. Dari jumlah itu, sebesar 85 persen mengatakan naam alias mendukung konstitusi baru.
Konstitusi baru ini dinilai memperkuat pondasi demokrasi Kerajaan yang berdiri sejak abad ke-8 itu. Raja Muhammad VI bersedia mengurangi kekuasaanya dan memberikan porsi yang lebih besar kapada Parlemen. Dalam konstitusi baru itu, raja tidak lagi dianggap sebagai figur yang suci dan sakral (sacred), namun tidak dapat dibantah (inviolable). Raja juga menjadi penanggung jawab tertinggi pertahanan dan keamanan di samping sebagai pemimpin umat Muslim Maroko (amirul mukminin).
Konstitusi baru juga memperkuat semangat anti-penyiksaan, anti-penghilangan paksa, dan anti segala bentuk diskriminasi. Kaum perempuan mendapatkan kesetaraan hak dan kewajiban dengan pria. Selain itu, dalam preambule konstitusi juga disebutkan bahwa bahasa Amazigh atau Berber menjadi bahasa resmi di samping bahasa Arab. Dalam dua konstitusi sebelumnya, tahun 1992 dan 1996, disebutkan bahwa bahasa resmi negara hanyalah bahasa Arab.
Saat berita ini diturunkan, puluhan jurnalis dari Maroko dan sejumlah negara yang meliput referandum tersebut sedang berkumpul di press room Kementeriaan Dalam Negeri di Rabat. Sejumlah anggota panitia referandum juga terlihat sibuk mempersiapkan keterangan pers yang akan disampaikan Gubernur Direktorat Pengarah Pemilu Kementerian Dalam Negeri, Hassan Aghmari.
Sejumlah pemimpīn dunia menyambut baik inisiatif Raja Muhammad VI untuk mengamandemen konstitusi. Amandemen ini diyakini membawa Maroko semakin jauh dari kemungkinan mengalami kekisruhan seperti yang dialami banyak negara di Afrika Utara dan Timur Tengah.
Namun demikian sementara kalangan mengingatkan bahwa pekerjaan paling besar, terutama di sektor ekonomi, menunggu Maroko setelah referandum. Negeri berpenduduk sekitar 36 juta jiwa itu memiliki tingkat pengangguran sekitar 9,8 persen dan sekitar 15 persen penduduknya masih berada di bawah garis kemiskinan.