Menandai ulang tahun pemerintahannya yang ke-12, Sabtu Kemarin (30/7), Raja Mohammed mengatakan bahwa Maroko tetap berkomitmen untuk membangun Uni Maghreb sebagai pilihan strategis.
"Kami bertekad untuk bekerja, untuk mengatasi hambatan yang sayangnya menghambat pelaksanaan proyek ini," tutur Raja berusia 47 tahun ini seperti dilansir Al Jazeera (31/7).
Maroko, disampaikan Mohammed, berharap betul terjadi dinamika baru untuk menyelesaikan semua masalah yang selama ini muncul dalam hubungan bilateral dengan Aljazair. Termasuk membuka kembali perbatasan darat antara kedua negara. Sebelumnya, perbatasan darat antara kedua negara ditutup pada 1994 silam, karena Aljazair bereaksi terhadap Maroko dengan memaksakan persyaratan visa kepada warganya. Akibat penutupan itu, arus perdagangan terhambat. Para ekonom memperkirakan hal tesebut telah merugikan sekitar dua persen produk domestik brutonya (PDB) Maroko, terutama di bidang pariwisata.
Pada tahun 1989 lalu, lima negara termasuk Aljazair, Libya, Mauritania, Maroko dan Tunisia membentuk Uni Maghreb Arab. Mereka berusaha meniru model integrasi politik dan ekonomi Uni Eropa. Namun, proyek itu tidak pernah terlaksana. Karena perseteruan antara Aljazair dan Maroko, terkait wilayah Sahara Barat yang disengketakan.
Namun dalam beberapa bulan terakhir ini, hubungan kedua negara nampak lebih mencair. Hal itu dilihat dari serangkaian kunjungan tingkat tinggi, yang dilakukan oleh pejabat Maroko dan Aljazair. Oleh karena itu, beberapa media lokal dan diplomat Barat melihat perkembangan hubungan itu, bisa memudahkan kembali pembukaan perbatasan. Perbatasan tersebut, melintang sekitar 1.559 km dari Laut Mediterania ke gurun Sahara.