Pengakuan ini disampaikan mantan pejabata Polisario, Zighem Bayat, yang pekan lalu memberikan kesaksian dalam sidang yang digelar Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) di Jenewa.
Sangat menyedihkan, ujar Zighem, Tindouf menjadi salah satu tempat pelanggaran HAM sementara komunitas internasional tidak hadir untuk memberikan perlindungan terhadap penghungi kamp yang menjadi korban.
Tindouf adalah sebuah kamp yang didirikan di era 1970an di wilayah Aljazair dekat dengan perbatasan Maroko. Di masa itu segelintir orang dari wilayah selatan Maroko yang baru lepas dari pendudukan Spanyol mendirikan Polisario dan mengklaim kemerdekaan Sahara Barat.
Banyak laporan yang disampaikan berbagai media maupun lembaga internasional belakangan ini yang membongkar praktik pelanggaran HAM di Tindouf dan sikap rezim Polisario yang tak tergantikan sejak 1970an.
Zighem meminta agar UNHCR menggunakan kewajibannya untuk masuk ke Tindouf. Bagaimanapun juga, sebutnya lagi, praktik pelanggaran HAM di Tindouf harus dihentikan.
Sebagai mantan pejabat Polisario, Zighem mengaku bahwa dirinya menyaksikan sendiri bagaimana penindasan itu terjadi. Penghuni kamp sesungguhnya dimasukkan secara paksa ke dalam kamp dan dilarang kembali ke kampung halaman mereka. Penghuni kamp juga kerap ditakut-takuti dengan cerita yang tidak benar mengenai Kerajaan Maroko.
Dia juga mengecam Polisario yang menolak sensus UNHCR untuk mengetahui berapa sebenarnya jumlah pengungsi.