Foto yang dipersoalkan memperlihatkan anggota keluarga Rachdi yang menjadi korban pembantaian di Kasablanka. Pembunuhan yang dilakukan seseorang yang mengalami gangguan jiwa itu terjadi pada bulan Januari 2010.
Namun dalam laporan mengenai pembongkaran kamp Gdim Izik Antena 3 menyatakan bahwa foto tersebut merupakan bukti bahwa masyarakat menjadi korban kekerasan aparat keamanan dalam peristiwa itu.
Vonis yang dijatuhkan majelis hakim dalam persidangan itu juga mengkonfirmasi anggapan umum yang berkembang selama ini bahwa Antena 3 memilik misi khusus menyebarkan semangat anti-Maroko dan mendukung kelompok Polisario yang mengklaim sebagai pemilik Sahara Barat yang berada di selatan Maroko. Penipuan yang dilakukan Antena 3 ini pun dapat dikatakan merupakan gangguan serius terhadap kedaulatan nasional Maroko.
Dari Jakarta, Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Maroko yang lebih dikenal dengan nama Sahabat Maroko menyampaikan dukungan atas keputusan pengadilan Belgia itu. Sahabat Maroko yang sebagian besar anggotanya adalah jurnalis, menyayangkan praktik manipulasi yang dilakukan Antena 3 tersebut.
Menurut Presiden Sahabat Maroko, Teguh Santosa, manipulasi dalam pemberitaan adalah kesalahan yang amat fatal dan fundamental. Ia berharap Antena 3 dapat memetik pelajaran berharga dari kejadian ini dan tidak mengulangi manipulasi seperti ini di masa yang akan datang.
"Ini merupakan kesalahan yang amat serius. Bagaimana pun juga objek laporan jurnalistik adalah fakta, bukan fiksi," katanya di Jakarta, Kamis malam (12/7).
"Apalagi kalau manipulasi itu dilakukan dengan niat untuk membangkitkan sentimen-sentimen tertentu yang dapat mengadu domba dan memicu konflik," sambungnya.
Teguh yang juga dosen mata kuliah resolusi konflik internasional di jurusan Hubungan Internasional Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, mengingatkan bahwa imparsialitas adalah prinsip penting yang harus dijunjung tinggi pers di tengah suasana konflik.