Politik Global

Muhammad VI: Reformasi Maroko Perlihatkan Visi Masa Depan yang Jelas

KOMENTAR
post image
Inisiatif Kerajaan Maroko memberikan status otonomi khusus kepada Sahara Barat adalah upaya terbaik untuk menghentikan pertikaian yang diciptakan pihak lain di kawasan itu. Inisiatif tersebut konsisten dengan legitimasi internasional, memberikan kewenangan yang lebih luas kepada warganegara Maroko yang berada di Sahara Barat untuk mengelola urusan mereka dan menghargai kebudayaan masyarakat lokal.

Demikian disampaikan Raja Muhammad VI dalam pidato yang disampaikannya untuk mengenang 37 tahun peristiwa Green March, di Rabat (Senin, 6/11).

Green March adalah sebuah peristiwa besar dalam sejarah Maroko kontemporer. Pada hari itu, 6 November 1975, diperkirakan tak kurang dari 350 ribu rakyat Maroko dengan berjalan kaki berbondong-bondong mendatangi wilayah selatan Maroko di Sahara yang baru saja ditinggalkan oleh kaum kolonial Spanyol. Mereka membawa Al Quran, bendera Maroko, dan foto Raja Hassan II dari kota Terfaya melintasi garis batas yang memisahkan kekuasaan Prancis di utara dan Spanyol di selatan dalam Perjanjian Fez 1920.

Peristiwa itu juga menandai reintegrasi atau penyatuan kembali wilayah selatan dan wilayah utara Maroko setelah dipisahkan Prancis dan Spanyol. Prancis meninggalkan wilayah utara pada 1956, menyusul gerakan dekolonisasi dan kebangkitan nasionalisme bangsa-bangsa Asia Afrika pasca Perang Dunia Kedua. Sementara Spanyol terpaksa angkat kaki dari Sahara menyusul krisis ekonomi dan politik yang melanda Eropa barat pada masa itu.

Keputusan Spanyol meninggalkan Sahara Barat diikuti manuver Aljazair yang ketika itu berada di bawah pengaruh Uni Soviet untuk merebut kendali utama di kawasan utara Afrika dan Sahel. Aljazair memberikan ruang dan ikut membantu pendirian kelompok Polisario yang mengklaim Sahara Barat sebagai sebuah negara yang merdeka dan berdaulat. Konflik antara Maroko dan Polisario yang didukung Aljazair itu masih bertahan hingga kini. Pada tahun 1991 kedua belah pihak yang bertikai menandatangani perjanjian gencatan senjata dan sepakat mencari jalan lain untuk menyelesaikan konflik. Sementara sejak 2007 lalu PBB kembali mengangkat persoalan ini ke dalam berbagai pembicaraan, termasuk di Komite Empat PBB yang membidangi Politik Khusus dan Dekolonisasi.

Sahara Barat merupakan satu dari sekian banyak wilayah Maroko yang sempat dikuasai kolonial. Hingga hari ini pun masih ada dua wilayah Maroko yang dikuasai Spanyol, yakni Ceuta dan Melila.

Raja Muhammad VI dalam sambutan pada hari peringatan Green March itu mengatakan bahwa otonomi khusus untuk Sahara Barat disetujui seluruh rakyat Maroko yag terlibat aktif dalam amandemen kelima konstitusi Maroko yang diinisiasi Raja Muhammad VI.

"Sebagai hasilnya, reformasi yang ekstensif telah diintrodusir dan dicapai, seperti transfer kekuasaan secara demokratis pada 1997 antara koalisi yang berkuasa dan oposisi," ujar Muhammad VI.

Amandemen konstitusi tahun 2011 dan konsekuensi politik yang mengikutinya, termasuk proposal otonomi khusus untuk Sahara Barat, bukan hanya ujian pada praktik politik dan dinamika kebangsaan Maroko.

"Tetapi juga memperlihatkan kepada masyarakat kita dan sahabat-sahabat kita bahwa kita memiliki visi masa depan yang jelas," demikian Muhammad VI.

Foto Lainnya

Menlu Maroko dan Menlu Jepang Sepakat Perkuat Kemitraan

Sebelumnya

Pemimpin-pemimpin Spanyol Memuji Kemajuan Maroko

Berikutnya

Artikel Sahara