Paraguay mencabut pengakuannya atas Republik Demokratik Arab Sahrawi (RDAS) yang didirikan oleh kelompok separatis Maroko, Polisario. Pengakuan Paraguay diungkapkan Partai Kebenaran dan Modernitas atau Party of Authenticity and Modernity (PAM) Maroko.
Menurut pernyataan yang dikeluarkan oleh PAM pasca kunjungan pimpinan partai ke Paraguay, parlemen negara Amerika Latin tersebut telah membuat pernyataan penting. Pernyataan penting yang dimaksud adalah keputusan Paraguay untuk menangguhkan hubungannya dengan Polisario, karena dianggap sebagai gerakan separatis.
Keputusan tersebut juga dilakukan untuk mendorong legitimasi internasional dalam mencari solusi politik untuk konflik Sahara Barat.
Dengan penarikan pengakuan Paraguay tersebut, seperti dikabarkan Moroccoworldnews Kamis (12/12) lalu, maka RDAS telah kehilangan pengakuan dari tiga negara dalam kurun waktu kurang dari tiga bulan. Sebelumnya pada bulan Oktober lalu, Haiti menarik pengakuannya dari RDAS, disusul dengan Panama yang menarik pengakuan pada November. Penarikan pengakuan tersebut mengindikasikan adanya pengurangan legitimasi dan pengakuan internasional atas gerakan separatisme yang mengklaim mewakili wilayah Sahara Barat tersebut.
Sementara itu, selama pertemuan dengan Raja Maroko, Mohammed VI di Gedung Putih akhir November lalu, Presiden Obama berjanji untuk melanjutkan dukungan Amerika Serikat untuk menemukan solusi atas sengketa di wilayah Sahara. Obama juga menyebut bahwa rencana otonomi Maroko yang diajukan kepada Dewan Keamanan PBB tahun 2007 lalu merupakan hal yang serius, realistis, dan kredibel.
"Amerika Serikat telah menegaskan bahwa rencana otonomi Maroko adalah hal yang serius, realistis, dan kredibel, dan bahwa hal tersebut merupakan pendekatan potensial yang dapat memenuhi aspirasi rakyat di Sahara Barat untuk menjalankan urusan mereka masing-masing dengan damai dan bermartabat," kata keterangan dari Gedung Putih.
Untuk diketahui, sengketa wilayah Sahara Barat bermula pasca peristiwa Green March pada 6 November 1975, yang melahirkan kemerdekaan Sahara Barat melalu Perjanjian Madrid 1975 yang disepakati Spanyol, Maroko, dan Mauritania.
Akan tetapi, kelompok separatis Maroko, Polisario secara sepihak berupaya melegitimasi wilayah Sahara Barat dengan cara mendirikan negara RDAS pada tahun 1976 dengan bantuan dari Aljazair. Demi menguatkan legitimasi atas wilayah Sahara Barat, RDAS berupa mencari dukungan dan pengakuan internasional atas eksistensi negaranya. Namun, dalam satu dekade terakhir, lebih dari 30 negara telah menarik dukungannya atas RDAS.
Demi kebuntuan atas klaim wilayah Sahara Barat yang berlarut-larut tersebut, Kerajaan Maroko menawarkan rancangan otonomi khusus untuk wilayah Sahara Barat dalam kerangka kedaulatan dan persatuan nasional Kerajaan Maroko. Usul Maroko tersebut masih dalam pembahasan di Komisi IV PBB.
Rencana otonomi tersebut memberikan kesempatan kepada penduduk Sahara untuk menjalankan fungsi eksekutif, legislatif dan yudikatif, termasuk mengelola pembangunan wilayah. Sementara Kerajaan Maroko akan menjamin dan menjaga kewenangan di Sahara Barat dalam kaitannya dengan pertahanan negara, kerjasama eksternal dan hak konstitusional dan beragama.
Konsep otonomi Sahara Barat tersebut merupakan salah satu upaya Kerajaan Maroko untuk penyelesaian damai bagi sengketa Sahara Barat yang masih berada dalam pembahasan.