Dunia internasional harus bahu membahu menyelidiki dengan seksama kehidupan di dalam kamp Tindouf. Sudah terlalu banyak laporan mengenai pelanggaran HAM di dalam kamp pengungsi itu. Namun sejauh ini belum ada tindakan konkret menghentikannya.
"Semuanya baru sebatas keprihatinan dan kecaman," ujar aktivis pro demokrasi Teguh Santosa dalam keterangan yang diterima redaksi.
Bersama sejumlah rekannya, Teguh yang adalah Ketua bidang Luar Negeri PP Pemuda Muhammadiyah dan juga Ketua bidang Luar Negeri Jaringan Aktivis ProDem baru-baru ini mendirikan Solidaritas Indonesia untuk Sahara atau Soli Sahara.
Kamp Tindouf berada di wilayah Aljazair, dekat perbatasan dengan Sahara Maroko. Kamp ini awalnya menampung orang-orang Sahrawi yang mengungsi menyusul konflik Polisario dan Maroko yang bermula pada 1976.
Tahun 2010 Teguh mengunjungi wilayah Sahara Maroko yang sering disebut Sahara Barat. Dalam kunjungan itu ia bertemu dengan orang-orang yang melarikan diri dari Tindouf karena kekerasan yang dilakukan Polisario.
"Kasus pengungsi melarikan diri dari Tindouf terus terjadi sampai kini. Mereka membawa cerita yang sama, cerita kekejaman rezim Polisario," katanya lagi.
Pada 2011 dan 2012 Teguh merupakan salah seorang petisioner yang memberikan penjelasan dalam pembahasan konflik Sahara Barat di Komisi IV PBB di New York. Dalam kesempatan itu ia menyampaikan dukungan agar UNHCR melakukan sensus untuk mengetahui kehidupan pengungsi di Tindouf.
Beberapa tahun terakhir ditemukan indikasi kuat bantuan kemanusiaan menjadi objek korupsi elit Polisario dan dijual ke negara lain di Afrika. Juga mulai muncul indikasi kuat aktivitas terorisme di kawasan Sahel atau Sub Sahara melibatkan jaringan di Tindouf.
"Sensus di Tindouf memberikan gambaran utuh mengenai kehidupan pengungsi, termasuk latar belakang sebelum bermukim di kamp," demikian kata dosen Hubungan Internasional FISIP UIN Jakarta ini.
Jaringan Masyarakat Sipil Indonesia Dirikan Soli Sahara
