MAHJOUBA Mohamed Hamdidaf lahir di kamp Tindouf, Aljazair, 23 tahun lalu. Sejak dua tahun lalu, ia menjadi warganegara Spanyol dan tinggal di Valencia.
Mahjouba kini bekerja untuk lembaga “Marie Curie Foundation Care” yang berada di London dan akan melanjutkan pendidikannya di London.
Bulan Agustus lalu, Mahjouba kembali ke Tindouf untuk bertemu dengan kedua orangtuanya. Begitu tiba di Tindouf, paspor Spanyol yang dimilikinya dirampas penguasa Tindouf, Polisario. Begitu juga dengan uang yang dimilikinya. Hal ini dilakukan untuk mencegah Mahjouba kembali ke Eropa.
Juga disebutkan bahwa Polisario menekan orangtua Mahjouba agar memaksa Mahjouba menikah dengan pria Sahrawi.
Pemerintah Spanyol memprotes keras tindakan Polisario ini. Hari Selasa lalu (21/10), Menteri Luar Negeri Spanyol Jose Manuel Garcia-Margallo mendesak Polisario untuk membebaskan Mahjouba.
Kasus Mahjouba ini kembali meruak ke permukaan menyusul laporan Human Rights Watch (HRW) baru-baru ini yang membuat marah diplomat Spanyol di Maroko. Pasalnya, dalam laporan itu HRW menyimpulkan tidak ada persoalan HAM di Tindouf.
Diplomat Spanyol di Maroko mencurigai laporan itu, dan menduga ada deal khusus antara HRW dengan pemerintah Aljazair yang melindungu Polisario di Tindouf. Dikatakan bahwa sejak 2005 lalu, aplikasi visa peneliti-peneliti HRW selalu ditolak Aljazair.
Laporan HRW ini sama sekali tidak memasukkan pengakuan orang-orang yang melarikan diri dari TIndouf tentang kekerasan dan penindasan yang mereka alami di Tindouf. SMC