MINAT di kalangan mahasiswa Indonesia dalam mempelajari Kerajaan Maroko meningkat.
Negeri di ujung barat Afrika Utara itu dinilai memiliki daya tarik tersendiri, baik sebagai negara berpenduduk muslim moderat dan demokratis, maupun sebagai sebuah negeri yang memiliki potensi ekonomi terbilang tinggi.
Di Jurusan Hubungan Internasional FISIP Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, misalnya. Dalam beberapa semester terakhir sejumlah mahasiswa memilih Maroko dan kawasan di utara Afrika juga Sub Sahara sebagai subjek tugas akhir untuk merampungkan studi mereka.
“Ada yang meneliti proses demokratisasi Maroko yang terbilang matang dibandingkan negara-negara lain di kawasan itu. Juga ada yang meneliti relasi Maroko dengan Uni Eropa,” ujar Ketua Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Maroko atau Sahabat Maroko dalam perbincangan di Kedutaan Besar Kerajaan Maroko di Jakarta, Senin siang (29/12).
“Ada juga yang meneliti tentang sengketa Sahara Barat yang masih dibicarakan PBB, dan sengketa keamanan kawasan Sub-Sahara dan Sahel yang juga melingkupi Aljazair, Mali dan Mauritania,” sambungnya.
Belakangan ini isu keamanan kawasan Sahel dan Sub-Sahara menjadi salah satu tema yang ramai dibicarakan. Kawasan ini dijadikan perlintasan bagi aktivitas penyelundupan senjata, narkoba dan perdagangan manusia.
Selain jaringan Al Qaeda di Maghrib (AQIM) yang kerap melakukan penyerangan dan penculikan, kelompok Polisario yang berada di kamp pengungsi di Tindouf, Aljazair, juga dianggap menjadi persoalan keamanan di kawasan itu. Aktivis-aktivis Polisario yang kehilangan dukungan finansial dalam jumlah besar beberapa waktu belakangan ini setelah penguasa Libya Muammar Khadafi terguling kerap membantu kelompok teroris dan penyelundup.
Teguh yang juga dosen Hubungan Internasional di FISIP UIN Syarif Hidayatullah membantu mahasiswa-mahasiswa yang menulis skripsi tentang Maroko dan kawasan Afrika Utara untuk bertemu langsung dengan diplomat Maroko.
“Tentu saja di masa kini mahasiswa relatif lebih mudah menemukan informasi di internet. Tetapi informasi dari lembaga-lembaga formal dan resmi seperti Kedutaan tetap harus mendapatkan perhatian,” masih kata Teguh.
Dalam pertemuan dengan sejumlah mahasiswa FISIP UIN Syarif Hidayatullah di Kedutaan Maroko, kemarin, Dubes Mohammed Majdi menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan mahasiswa.
Dubes Majdi berterima kasih kepada Sahabat Maroko yang membantu memfasilitasi pertemuan dengan mahasiswa.
Di sisi lain, Dubes Majdi menambahkan, Kedutaan Maroko juga kerap menggelar pertemuan dengan berbagai kelompok masyarakat Indonesia, termasuk pemuda-pemuda Indonesia yang pernah menuntut ilmu di berbagai universitas di Maroko.
Setiap tahun pemerintah Maroko memberikan belasan beasiswa kepada mahasiswa Indonesia yang ingin belajar di Maroko. [SMC]