KERAJAAN Maroko mengapresiasi sikap Rusia dalam sengketa Sahara Barat. Dutabesar Maroko untuk Rusia di Moskow, Abdelkader Lachhab, menggambarkan sikap resmi Rusia dalam kasus itu cukup bijaksana, dan memberikan kesempatan yang luas terhadap upaya penyelesaian konflik dengan cara-cara damai.
Dubes Lachhab berbicara dengan media Rusia di Moskow, Spoutnik, Kamis lalu (19/3).
Dia mengatakan bahwa sengketa Sahara Barat adalah hasil dari interfensi yang dilakukan pihak lain yang ingin menjadi hegemoni di kawasan Afrika Utara.
Pernyataan Dubes Lachhab ini merujuk pada dukungan penuh yang diberikan Aljazair kepada kelompok Polisario yang berada di kamp Tindouf di wilayah negara itu.
Sang Dubes juga menekankan komitmen negaranya dalam upaya menyelesaikan konflik dengan menawarkan proposal otonomi yang telah diakui PBB dan banyak negara sebagai inisiatif yang paling kredibel, serius serta berkeadilan.
Di sisi lain, sebutnya, pihak Polisario dan Aljazair bersikeras tidak memberikan proposal damai apapun. Sikap ini sebetulnya sebuah penentangan terhadap permintaan PBB.
Dubes Lachhab di sisi lain mengingatkan, sementara upaya mencari titik temu terus dilakukan di tengah keengganan Polisario dan Aljazair, para pengungsi di Tindouf harus menghadapi persoalan yang tak kalah pelik. Situasi di Tindouf semakin hari semakin tidak manusiawi.
Keengganan Polisario dan Aljazair menolak UNHCR yang ingin melakukan sensus di tempat itu adalah pelanggaran keras terhadap resolusi PBB.
Konflik Sahara Barat adalah salah satu peninggalan Perang Dingin, ketika Blok Barat yang dipimpin AS dan Blok Timur yang dipimpin Uni Soviet berusaha memperluas dan menjaga hegemoni mereka di negara-negara dan kawasan-kawasan lain di muka bumi.
"Bagi Blok Timur, Maroko pada masa itu merupakan sekutu terbaik Blok Barat di kawasan Afrika Utara dan Sahel," dosen FISIP Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Teguh Santosa, dalam perbincangan dengan redaksi.
Krisis politik yang terjadi di Spanyol pada pertengahan 1970an yang memaksa Spanyol angkat kaki dari Sahara Barat digunakan sebagai pintu masuk oleh Blok Timur untuk merebutnya dari Maroko. Upaya ini dibantu negara-negara anggota Blok Timur lain di kawasan itu, terutama Aljazair dan Libya.
"Setelah Perang Dingin berakhir, lanskap politik di kawasan itu berakhir, dan sikap ngotot Aljazair kehilangan relevansi. Dunia internasional berharap konflik ini segera berakhir. Dan itu harus diawali dengan kesediaan Polisario dan Aljazair membuka pintu bagi UNHCR yang ingin melakukan sensus," demikian Teguh. [SMC]