PENANGANAN masalah sengketa wilayah Sahara Barat di Afrika Utara harusnya mengedepankan pemahaman soal hak asasi manusia yang independen dan tidak memihak.
"Saya menyerukan kepada seluruh pihak untuk melanjutkan dan lebih meningkatkan kerjasama mereka dengan mekanisme HAM PBB serta OHCHR (Office of the High Commissioner for Human Rights)ke Sahara Barat dan kamp-kamp pengungsi di dekat Tindouf, dengan akses tak terbatas ke semua pihak terkait," begitu seruan Sekjen PBB Ban Ki-moon dalam sebuah laporan tahunan PBB terkait Sahara Barat.
Dalam laporan yang sama, Ban menghentikan rekomendasi soal pengerahan misi perdamaian PBB di wilayah itu (MINURSO). Sebagai gantinya, Ban menyarankan agar OHCHR yang mengambil alih penanganan masalah di Sahara Barat itu.
"Misi ini dan bentuk kerjasama lain di masa depan harus berkontribusi terhadap pemahaman independen dan tidak memihak terkait dengan hak asasi masnusia di Sahara Barat dan di kamp-kamp dengan tujan untuk memastikan terjaminya perlindungan bagi semua," sambung Ban.
Sementara itu, seperti dimuat Reuters (Jumat, 9/4), Dewan Keamanan PBB diperkirakan akan memperbaharui mandat MINURSO pada bulan ini.
MINURSO sendiri dimandatkan PBB dengan tujuan untuk menengahi konflik dan mengawasi gencatan senjata antara Maroko dengan Front Polisario.
Maroko yang telah menguasasi sebagian besar wilayah Sahara Barat pada tahun 1975 ketika kekuasaan kolonial Spanyol menarik diri diketahui berjuang melawan gerakan kemerdekaan Front Polisario mengobarkan perang gerilya yang berlangsung sampai tahun 1991. Sejak saat itu PBB mengirimkan MINURSO.
Penyelesaian gencatan senjatan tahun 1991 menyerukan adanya referendum mengenai nasib wilayah tersebut. Namun referendum tersebut tidak pernah terjadi. Padahal salah satu misi pengerahan MINURSO adalah untuk membantu mengatur pembentukan referendum. Bahkan, upaya untuk mencapai kesepakatan politik yang berlangsung antara kedua belah pihak pun pupus.
Karena itulah, melalui laporan tersebut Ban memperbaharui rekomendasinya demi penanganan sengketa Sahara Barat, yakni dengan mengedepankan isu HAM.
"Sangat penting bahwa semua kesenjangan perlindungan hak asasi manusia dan isu-isu hak asasi manusia yang mendasari dalam situasi konflik berkepanjangan dibenahi," kata Ban.
"Ini juga akan berkontribusi untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk proses negosiasi," smabungnya.
Dalam sengketa Sahara Barat, Maroko menginginkan agar wilayah kaya fosfat tersebut menjadi bagian otonom dari Maroko. Sementara itu Polisario yang mendapat dukungan dari sejumlah negara Afrika termasuk Aljazair ingin agar digelar referendum yang telah dijanjikan sejak lama, termasuk di dalamnya adalah pilihan soal kemerdekaan. Namun demikian, Maroko dan Polisario tidak sepaham soal siapa yang harus memilih dalam referendum. [SMC]