BAN Ki-moon yang dalam waktu tidak lama lagi
akan meninggalkan kursi Sekretaris Jenderal PBB tidak dapat menutupi
kemarahan dan kekecewaannya atas protes yang dilancarkan pemerintah dan
rakyat Maroko pada dirinya.
Beberapa waktu lalu,
saat mengunjungi Aljazair, diplomat senior Korea Selatan itu mengatakan
bahwa Sahara Barat dalam occupation atau pendudukan
Maroko, dan meminta agar segera dilaksanakan referandum di kawasan yang
dipersengketakan sejak 1970an itu.
Pernyataan Ban
Ki-moon tersebut bertentangan dengan semangat pembicaraan damai di PBB
yang kembali dimulai sejak 2007 hingga hari ini.
Kemarahan dan kekecewaan Ban Ki-moon disampaikan dalam pertemuan
dengan Perwakilan Tetap Maroko di PBB, Salaheddine Mezouar, di New York,
Senin kemarin (14/3), sehari setelah tidak kurang dari tiga juta rakyat
Maroko menggelar demonstrasi mengecam dirinya di Rabat.
Menurut pernyataan yang disampaikan kantor Ban Ki-moon
setelah pertemuan, dalam pertemuan itu dirinya menyampaikan kekecewaab
mendalam dan kemarahan terhadap demonstrasi besar di Maroko yang
menurutnya menjadikan dirinya secara personal sebagai target.
Tetapi di sisi lain, Ban Ki-moon mengakui bahwa istilah
occupation yang digunakannya ketika berkunjung ke
Aljazair merupakan refleksi dirinya pribadi pada persoalan kemanusiaan
yang terjadi di kamp Tindouf, Aljazair, dimana sebagian penghuninya
adalah pengungsi dari Sahara.
Ban Ki-moon
menegaskan, dalam setiap pertemuan dengan berbagai pihak dalam rangkaian
kunjungan ke Aljazair itu, dirinya mendorong agar para pihak yang
bersengketa mencapai solusi politik yang adil dan dapat diterima
bersama.
Pekan lalu, pemerintah Maroko
mengeluarkan kecaman terhadap Ban Ki-moon dan mengatakan bahwa Ban
Ki-moon menciderai mandat Dewan Keamanan PBB.
Ban
Ki-moon menjadi Sekjen PBB pertama yang menggunakan istilah
occupation. Sementara tidak satupun Resolusi Dewan
Keamanan PBB mengenai sengketa ini sejak 1980 yang menggunakan istilah
itu. SMC