STAF Minurso, misi perdamaian PBB di Sahara Barat, mulai meninggalkan Laayoune pada hari Sabtu (19/3). Pengosongan kantor Minurso adalah “balasan” yang diberikan Maroko atas pernyataan blunder Sekjen PBB Ban Ki-moon terhadap status Sahara Barat.
Dalam kunjungan ke Aljazair awal Maret, Ban Ki-moon mengatakan bahwa Sahara Barat berada di bawah penjajahan Maroko dan meminta agar segera digelar referandum untuk menentukan masa depan Sahara Barat.
Pernyataan Ban Ki-moon sudah barang tentu disambut protes keras pemerintah dan rakyat Maroko, juga disesalkan negara-negara anggota Dewan Keamanan PBB karena memang istilah penjajahan tidak pernah digunakan dalam proses perdamaian Sahara Barat, baik dalam pembicaraan di Dewan Keamanan PBB maupun di dalam Resolusi DK PBB.
Tidak ada anggota Dewan Keamanan PBB yang mendukung pernyataan sepihak Ban Ki-moon, membuat diplomat senior Korea Selatan itu terisolasi dan tidak dapat menutupi kekecewaannya.
Minurso didirikan pada tahun 1991 menyusul perjanjian gencatan senjata antara Maroko dan Polisario yang mengklaim Sahara Barat dengan dukungan Aljazair.
Selain mengawasi proses gencatan senjata, Minurso juga berkeja untuk mengindentifikasi pemilik suara yang akan ikut dalam referandum. Sejauh ini, proses mengidentifikasi pemilik suara itu sudah sangat sulit dilakukan, dan membuat referandum menjadi persoalan yang lebih sulit lagi untuk dikerjakan.
Itulah sebabnya, saat sengketa ini kembali dibicarakan PBB yang meminta para pihak bertikai menyampaikan usul perdamaian, Maroko secara konsisten menawarkan otonomi khusus.
Sejauh ini, otonomi khusus yang ditawarkan Maroko itu dinilai sebagai proposal paling serius dan berorientasi menyelesaikan konflik. SMC