PEMIMPIN Polisario Muhammad Abdelaziz yang meninggal dunia hari Selasa lalu (30/5) dikabarkan menyesal telah menjalin aliansi dengan Aljazair. Penyesalan pria kelahiran Maroko ini disampaikannya pada salah seorang teman dekatnya, sebelum menghembuskan nafas terakhir.
Demikian diberitakan sebuah media massa Spanyol, lainformacion.com.
Abdelaziz memimpin Polisario sejak 1973. Dia rela meninggalkan kampung halaman dan keluarganya demi ambisi melepaskan Sahara dari Kerajaan Maroko.
Dalam berita itu disebutkan bahwa Abdelaziz juga ingin dikuburkan di Bir Lahlou yang berada di teritori Maroko.
Abdelaziz lahir di Kasbat Tadla, di laur Marrakesh. Dia menyelesaikan pendidikannya di Agadir dan Rabat. Ayahnya, Khalili Ben Mohamed Al-Bachir Rguibi, adalah seorang tentara Kerajaan Maroko dan ikut berperang melawan Spanyol yang menduduki Sahara sejak 1912.
Keputusan Abdelaziz meninggalkan Maroko disesali keluarganya. Dia meninggalkan keluarganya sejak 1975.
Abdelaziz dilantik sebagai pemimpin Polisario pada 1976, setelah dia dengan sukses menggantikan pendiri dan sekjen pertama kelompok itu, El Ouali Mustapha Sayed.
Berbagai informasi menyebutkan bahwa El Ouali Mustapha Sayed dibunuh oleh agen Aljazair karena ingi bernegosiasi dengan Maroko untuk menghentikan konflik.
Setelah berhasil mengambil alih pucuk pimpinan Polisario, Abdelaziz dengan bantuan Aljazair terlibat dalam perang terbuka untuk waktu yang lama dengan Maroko, antara 1976 hingga 1991.
Beberapa tahun terakhir, Kamp Tindouf di Aljazair yang menjadi lokasi markas Polisario dihumbalang gelombang demonstrasi kelompok pemuda yang menginginkan Polisario meninggalkan Aljazair dan kembali ke pelukan Maroko demi mengakhiri penderitaan pengungsi. SMC