ADA dugaan kuat bahwa keinginan Maroko bergabung kembali dengan Uni Afrika disabotase oleh anggota Uni Afrika yang selama ini menganggap Maroko sebagai lawan yang harus dikalahkan.
Keingian Maroko bergabung dengan Uni Afrika disampaikan beberapa waktu lalu oleh Raja Muhammad VI.
Hal itu disampaikan Wakil Luar Negeri Maroko Nasser Bourita seperti dilaporkan Le360.
Perlakuan ini berbeda dengan yang dialami Sudan Selatan. Negeri yang baru melepaskan diri dari Sudan itu hanya membutuhkan 18 hari untuk bisa bergabung dengan Uni Afrika.
Maroko merupakan pendiri Organisasi Afrika Bersatu, nama lama Uni Afrika. Pada tahun 1984, Maroko meninggalkan organisasi itu sebagai bentuk protes atas pengakuan OAU terhadap negara boneka Sahara yang dibentuk Aljazair.
Untuk mempercepat proses, Raja Muhammad VI telah menghubungi Presiden Chad Idriss Deby awal bulan ini dan memintanya menanyakan hal itu kepada pemimpin Uni Afrika Nkosazana Dlamini-Zuma.
Pada 4 November, Dlamini-Zuma mengumumkan bahwa permintaan Maroko akan disampaikan kepada semua negara anggota Uni Afrika. Namun sampai kini masih belum ada perkembangan berarti. Dalam Konferensi Para Pihak Ke-22 Konvensi Perubahan Iklim PBB (COP22) di Marrakesh yang lalu pun sama sekali tidak ada jawaban pasti mengenai hal ini.
Situasi inilah yang membuat Wakil Menlu Maroko, Nasser Bourita, merasa ada pihak di internal Uni Afrika yang ingin mematahkan jalan Maroko ke Uni Afrika. Dia juga bersikeras bahwa keputusan Maroko kembali ke Uni Afrika tidak akan mengubah posisi Maroko di Sahara.
"Ini adalah bukti bahwa ada manipulasi dan bahwa negara-negara Afrika tidak diperbolehkan untuk mengekspresikan posisi mereka secara bebas," ujarnya wawancara dengan Le Monde.
"Dalam kasus apapun, Maroko tidak pernah menjadi orang asing. Dia selalu berada di rumahnya di Afrika," demikian Bourita. SMC