YAHDIH Bouchaab pernah bergabung dengan kelompok separatis yang didukung Aljazair, Polisario. Tapi dia kemudian sadar dan kembali ke pangkuan Kerajaan Maroko.
Tahun 2014 Bouchaab diangkat Raja Muhammad VI menjadi Wali Laayoune, sebuah kota di pinggir Samudera Atlantik di Sahara.
Laayoune bersama kota-kota lain dan seluruh wilayah di selatan Maroko diklaim Polisario sebagai milik Republik Demokratik Arab Sahrawi. Saat ini Polisario dan negara boneka itu berada di kamp Tindouf di wilayah Aljazair dan mendapatkan bantuan dari Aljazair.
Bouchaab menjadi terkenal setelah beberapa waktu lalu sebuah video yang dirilis Democracy Now! beredar luas di dunia maya melalui jejaring Youtube.
DN! berusaha mewawancarai Bouchaab di kediamannya. Bouchaab menerima kru DN! di ruang tamunya, namun menolak wawancara direkam karena DN! tidak memiliki izin untuk melakukan interview.
Tetapi kru DN! secara diam-diam merekam pembicaraan yang dilakukan di dalam bahasa Inggris itu.
Rekaman yang dirilis DN! pada 3 Agustus lalu disebutkan sepanjang satu jam.
Seorang Youtuber lain membuat versi pendek dari wawancara tersebut.
Dalam perbincangan yang direkam diam-diam itu, Bouchaab mengatakan dengan tegas dirinya akan melayani permintaan wawancara apabila DN! mendapatkan izin dari pihak otoritatif. Dia juga mengatakan tidak keberatan datang ke kantor DN! untuk menjawab pertanyaan dalam wawancara.
Kru DN! bertanya kepada Bouchaab mengenai sikap Maroko terhadap MINURSO, pasukan penjaga perdamaian PBB yang bertugas di Sahara Barat.
Menurut laporan dari tahun 1995 yang dikeluarkan Human Rights Watch (HRW) disebutkan bahwa Maroko memata-matai anggota MINURSO.
Menurut Bouchaab, MINURSO bekerja untuk agenda lain yang di luar konteks yang dimandatkan di PBB.
Dia juga memberikan komentar atas demonstrasi yang dilakukan di kewalian yang dipimpinnya. Menurut Bouchaab, kalau demonstrasi dilakukan dengan damai, dirinya setuju dan akan ikut. Tetapi apa yang terjadi bukanlah demonstrasi melainkan anarki.
Kru DN! berusaha mendesak dengan mengatakan, banyak demonstran yang terluka.
Bouchaab merespon dengan mengatakan, kru DN! harus melihat siapa yang sesungguhnya terluka akibat aksi anaki itu.
Ketika terus didesak oleh kru DN! dengan laporan-laporan dari HRW, Bouchaab balik bertanya, apakah HRW adalah Injil atau Al Quran.
Dia juga meminta agar kru DN! fokus pada isu HAM di Amerika Serikat.
Bahkan, sambungnya di Amerika Serikat tidak ada HAM.
“Ada satu juta orang yang tinggal di bawah permukaan tanah New York. Mereka memakan tikus. Kalau mereka sakit, mereka dimakan tikus,” kata dia lagi. [SMC]