Sahara

Siapa yang Sebetulnya Memimpin, Kesehatan Presiden Aljazair Dipertanyakan

KOMENTAR
post image
Presiden Aljazair Abdelaziz Bouteflika bertemu Kanselir Jerman Angela Merkel

DI tengah berbagai spekulasi mengenai kondisi kesehatannya, awal pekan ini, Senin (17/9), Presiden Aljazair Abdelaziz Bouteflika menggelar pertemuan dengan Kanselir Jerman Angela Merkel di ibukota Alzir.

Ini adalah salah satu kemunculan Bouteflika di depan publik yang terbilang jarang sejak mengalami serangan stroke tahun 2013 lalu.

Pertemuan dengan Merkel pun sebenarnya dijadwalkan tahun lalu. Tetapi ketika itu dibatalkan karena Bouteflika disebutkan mengalami serangan bronkitis, dan baru kali ini dapat digelar.

Ketidakhadiran Bouteflika dalam banyak kegiatan sebelumnya sedikit banyak mempengaruhi kondisi politik. Ketidakmampuan seorang pemimpin menjalankan tugas sehari-hari tentu melahirkan spekulasi politik yang tidak sedikit mengenai keberlangsungan kepemimpinan dan calon penggantinya. Serta, siapa yang sesungguhnya sedang memimpin Aljazair.

Pertanyaan mengenai kondisi kesehatan Bouteflika ini tidak hanya disampaikan kalangan dalam negeri. Pihak-pihak di luar di negeri pun ikut mempertanyakan. Bahkan ada yang terang-terangan meragukan kesehatan Bouteflika.

Mantan dutabesar Perancis untuk Aljazair, Bernard Bajolet, misalnya, termasuk yang meragukan kemampuan Bouteflika memimpin.

Dalam sebuah wawancara dengan media Perancis, Le Figaro, baru-baru ini, Bajolet menceritakan pengalamannya bertugas di Aljazair.

Bajolet yang juga adalah kepala Direktorat Jenderal Keamanan Eksternal (DGSE) Perancis itu menambahkan, Aljazair mengalami guncangan politik saat presiden Aljazair memerintahkan pemecatan beberapa pejabat senior sebelum pemilihan berikutnya.

Bagi beberapa orang, Bouteflika adalah “presiden buatan”.

“Presiden Bouteflika, dengan segala rasa hormat yang saya rasakan untuknya, hidup secara artifisial. Dan tidak ada yang akan berubah dalam masa transisi ini," tambahnya.

Sebelumnya wartawan dan aktivis Aljazair, Layla Haddad, juga menyampaikan pandangan yang sama.

Pada bulan Juni lalu, Layla Haddad merilis dua video yang mengkritik pemerintah Aljazair, Bouteflika, dan saudara yang juga merangkap penasihat Bouteflika, Said Bouteflika.

Video pertama direkam di studio Parlemen Eropa di Brussels, yang membuat marah kedutaan besar Aljazair di Belgia. Dalam video tersebut, Layla Haddad menggambarkan Bouteflika sebagai "tumpukan daging."

Analis politik Argentina, Adalberto Agozino, juga mempertanyakan kemampuan Bouteflika mencalonkan diri untuk masa jabatan kelima dalam pemilihan 2019.

Dia juga menafsirkan pembersihan para perwira militer Aljazair sebagai cara untuk menghapus rintangan sebelum pemilihan.

“Konstitusi Aljazair menetapkan maksimum dua periode kepresidenan lima-tahun. Tetapi Presiden Abdelaziz Bouteflika, 81 tahun, dan terikat kursi roda sejak 2013, akan mencalonkan diri untuk periode kelima berturut-turut dalam pemilihan tanpa pengawasan internasional,” jelas Agozino. [SMC]

Foto Lainnya

Macron: Otonomi Khusus Kerangka Kerja untuk Selesaikan Sengketa Sahara

Sebelumnya

Dukung Maroko, Ekuador Berhenti Akui Front Polisario

Berikutnya

Artikel Sahara