Sahara

Teguh Santosa: Pernyataan Raja Muhammad VI Melegakan Dan Melapangkan Jalan Menuju Perdamaian

KOMENTAR
post image
Teguh Santosa

PERNYATAAN Raja Muhammad VI yang mengajak negeri tetangga Aljazair untuk memperbaiki hubungan dinilai sebagai pernyataan yang memperlihatkan ketulusan sikap tidak hanya Raja Muhammad VI, melainkan seluruh rakyat dan pranata politik Maroko.

Hal itu dikatakan Presiden Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Maroko, Teguh Santosa, mengomentari pidato Raja Muhammad VI dalam peringatan ke-43 Green March, pada hari Selasa lalu (6/11).

“Pernyataan Raja Muhammad VI sangat melegakan dan melapangkan jalan menuju penyelesaian sengketa antara kedua negara termasuk dalam isu Sahara,” ujar Teguh Santosa.

Green March adalah aksi damai yang diikuti tak kurang dari 350 ribu rakyat Maroko yang berjalan kaki memasuki Sahara pada 6 November 1943. Ketika melakukan aksi damai itu, rakyat Maroko membawa bendera Maroko, foto Raja Hassan II dan tak lupa Al Quran. Aksi ini untuk menyatukan kembali wilayah Maroko di Sahara yang sempat dikuasai bangsa lain.

Teguh mengatakan, sejak pertengahan 1970an Maroko dan Aljazair terlibat dalam semacam perang dingin. Hal ini dipicu oleh dukungan Aljazair kepada kelompok Polisario yang mengklaim Sahara. Aljazair tidak hanya menampung Polisario di Kamp Tindouf, di Aljazair, melainkan juga memberikan dukungan politik, keuangan dan militer.

“Ketika berdiri pada tahun 1973 Polisario merupakan kelompok anti kolonial Spanyol. Namun pada akhirnya berubah menjadi kelompok separatis yang mengklaim wilayah Sahara yang ditinggalkan Spanyol  sebagai sebuah negara berdaulat,” urai Teguh lagi.

Sahara yang dikuasai Spanyol itu sebelumnya adalah milik Kerajaan Maroko. Wilayah itu dikuasai oleh Spanyol menyusul Perjanjian Fez 1912, yang menbuat wilayah utara Maroko dilindungi Prancis, dan wilayah selatan dijadikan koloni Spanyol.

Dalam pidatonya, Raja Muhammad VI mengingatkan Aljazair bahwa kedua negara memiliki kesamaan suku dan agama, dan di masa lalu sama-sama berperang melawan penjajahan. Raja Muhammad VI juga mengatakan bersedia membuka perbatasan kedua negara.

Pidato Raja Muhammad VI itu disampaikan tak lama setelah PBB merilis Resolusi 2440 akhir Oktober lalu. Dalam Resolusi itu, untuk pertama kalinya Aljazair diajak ikut terlibat secara formal dalam pembicaraan damai mengenai Sahara, selain Maroko dan Polisario.

Teguh Santosa mengikuti sengketa Sahara Barat ini sejak beberapa setidaknya sepuluh tahun lalu. Ia pernah berkunjung ke Sahara dan bertemu dengan salah seorang pendiri Polisario, selain bertemu dengan orang-orang Sahara yang melarikan diri dari Kamp Tindouf.

Pada tahun 2011 dan 2012 Teguh diundang Komisi IV PBB untuk berbicara sebagai petisioner di Markas PBB di New York. Komisi ini menangani urusan politik khusus dan dekolonisasi. [SMC]

Foto Lainnya

Macron: Otonomi Khusus Kerangka Kerja untuk Selesaikan Sengketa Sahara

Sebelumnya

Dukung Maroko, Ekuador Berhenti Akui Front Polisario

Berikutnya

Artikel Sahara