Politik Global

Perang Dunia Pertama, Tentara Maroko Dikenal Sebagai Penelan Kematian

KOMENTAR
post image

KERAJAAN Maroko memainkan peranan yang cukup signifikan dalam Perang Dunia Pertama yang berlangsung antara 1914 dan 1918.

Setidaknya, 40 ribu tentara Kerajaan Maroko dikerahkan di garis depan bersama tentara Prancis. Di masa itu, Maroko berada di bawah perlindungan Prancis setelah Perjanjian Fez 1912.  

Peranan Maroko dalam Perang Dunia Pertama yang kerap disebut sebagai perang untuk mengakhiri semua perang (War to End All Wars) ini kembali dibicarakan mengiringi peringatan 100 tahun perjanjian gencatan senjata atau Armistice.

Armistice yang ditandatangani pada 11 November 1918 merupakan salah satu babak penting menuju berakhirnya Perang Dunia Pertama yang secara resmi baru terjadi pada 1919 dengan ditandatanganinya Perjanjian Versailles.

Dua hari menjelang peringatan 100 tahun Armistice, Jumat lalu (9/11) Universitas Muhammad V di rabat menggelar simposium mengenai peranan Maroko dalam perang yang juga disebut sebagai perang besar (Great War) itu.

Ilmuwan politik dari Universitas Muhammad V, Hassan Aourid, mengatakan, awalnya Prancis meragukan kemampuan tentara Maroko di medan perang. Mereka menilai tentara Maroko tidak memadai untuk menghadapi keganasan pasukan Jerman.

Namun pandangan ini berubah setelah salah seorang petinggi Angkatan Darat Prancis ketika itu, Jenderal Hubert Lyautey, menempatkan tentara Maroko di garis depan.

Tentara Maroko membuktikan kemampuan mereka menghadapi musuh. Sedemikian besar determinasi tentara Maroko, hingga di kalangan tentara Jerman mereka disebut sebagai “penelan kematian” atau hirondelles de la mort.

Panelis lain dalam simposium itu, T. Jeremy Gunn dari International University Rabat dan Alexander Wilson dari King’s College London, menjelaskan bahwa walaupun telah berlalu 100 tahun, namun peninggalan Perang Dunia Pertama masih berperan dalam percaturan politik dunia.

Gunn menyoroti paham idealisme Presiden AS Woodrow Wilson yang mendorong perdamaian seluruh dunia dan pembentukan Liga Bangsa Bangsa yang kemudian menjelma menjadi Tata Dunia Baru.

Idealisme Wilson, sebut Gunn, adalah kebalikan dari paham nasionalisme, dan menginspirasi pendirian lembaga-lembaga resolusi konflik.

Berbeda dengan nasionalisme yang merupakan bahan baku utama peperangan, idealisme Wilsonian menawarkan perdamaian dan dialog. [SMC]

Foto Lainnya

Raja Maroko: Inisiatif Otonomi Sahara Didukung Banyak Negara Berpengaruh

Sebelumnya

Menlu Maroko dan Menlu Jepang Sepakat Perkuat Kemitraan

Berikutnya

Artikel Sahara