ISLAM merupakan agama yang mengedepankan rahmat bagi seluruh alam. Untuk itu, pandangan mengenai ajaran Islam yang kini dimonopoli oleh sekelompok orang harus dilawan.
Begitu kata Direktur Akademi Kajian Sufisme dan Estetika Internasional Syeikh Aziz Al Kubaity Al Idrissi Al Hassani saat berceramah di Majlis Silaturahmi dan Ijazah bersama Himpunan Alumni Maroko Di Indonesia (Himami) di Graha Nurani, Jalan H. M. Noor 8, Pasar Minggu, Jakarta, (28/7).
Singkatnya, Syeikh Aziz ingin menekankan agar umat tidak mudah memberi cap kafir kepada kelompok yang berbeda.
Selain itu, dia tidak ingin kelompok Islam radikal yang melulu mengajarkan untuk berjihad membela khilafah dilawan bersama-sama. Sebab, perang di dalam dunia Islam dan dunia Internasional memiliki aturan sendiri.
“Kalau bicara perang, namanya jihad itu harus dengan sistem yang jelas, ada negara ada pemimpin yang jelas, makna jihad juga luas tidak sebatas peperangan,” ungkapnya.
Ada syarat untuk bisa berperang. Di antaranya adalah negara yang diakui dan panglima perang yang sah. Sementera kedua syarat itu tidak dimiliki sistem khilafah yang dibela kelompok radikal.
“Jika sebagai khalifah lalu siapa yang mengangkatnya? Tidak ada. Jadi khalifah dari mana?” tanyanya.
Untuk itu, Syeikh Aziz berharap para cendekiawan Islam kembali tampil ke publik dan melawan pemahaman agama yang telah dimonopoli tersebut. Jangan sampai para cendekiawan meninggalkan majelis-majelis agama kepada orang-orang yang berpengetahuan kurang.
Dia juga mengingatkan bahwa tokoh-tokoh sufi zaman dahulu tidak mudah untuk memberi label bidah kepada sesuatu hal. Mereka tahu bahwa sebelum menyalahkan orang lain harus introspeksi diri terlebih dahulu.
“Jadi kalau orang gampang menyalahkan orang lain itu berarti keislaman dan keilmuannya kurang betul. Ini harus kita luruskan,” tuturnya.