Ragam

Kisah Rika yang Bekerja di Maroko Secara Ilegal dan Kabur dari Majikan

KOMENTAR
post image
Duta Besar Indonesia untuk Maroko Hasrul Azwar menyimak cerita Rika terjebak mafia tenaga kerja ilegal, di Wisma Duta Rabat, Rabu (17/7).

Oleh: Arifin Asydhad, Pemimpin Redaksi Kumparan.com

SMC. Rika, ibu dua anak asal Sukabumi itu, nekat lari dari rumah majikannya di Casablanca, Maroko pada 6 Mei 2024 lalu. Padahal, dia bekerja di seorang majikan di Casablanca itu baru pada 1 April 2024. Dia mengaku mendapat perlakuan tidak baik dari sang majikan. Kini, Rika berharap bisa segera pulang ke Tanah Air.

Perempuan berumur 39 tahun itu bersama 2 perempuan lain yang bernasib sama kini tinggal sementara di shelter KBRI di Rabat, Maroko. Mereka adalah para pekerja yang masuk ke Maroko secara ilegal. Mereka diberangkatkan ke Maroko oleh agen tak resmi. Kasus yang dialami Rika dan dua perempuan lain itu menjadi kasus yang terus berulang di Maroko dan menjadi perhatian KBRI Rabat.

Rika dihadirkan Dubes RI untuk Rabat, Hasrul Azwar, saat sejumlah pemimpin media sedang bertamu ke Wisma Dubes di Rabat, Maroko, Rabu (17/7/2024) malam. “Ini adalah contoh kasus pekerja ilegal WNI di Maroko. Sudah sering terjadi. Ini sebenarnya sudah masuk dalam kategori Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO),” kata Hasrul.

Selama ini, kata Hasrul, KBRI Rabat sudah melaporkan kepada lembaga-lembaga terkait di Jakarta, seperti Polri, Imigrasi, dan BNP2TKI untuk menindaklanjuti pengiriman ilegal pekerja migran Indonesia ke Maroko. “Sampai sekarang belum ada penindakan. Padahal nama-nama agen yang mengirim mereka dan kontaknya sudah kami berikan ke lembaga-lembaga itu,” jelas Hasrul.

Oleh Hasrul, Rika diminta bercerita di depan pemimpin media bagaimana kisahnya bisa datang ke Maroko dan kini berada di shelter KBRI Rabat. Kisah ini bermula saat Rika didatangi agen di kampungnya, di Jampang Surade, Ujung Genteng, Sukabumi. Saat itu, Rika yang sedang tidak punya pekerjaan ditawari untuk bekerja menjadi asisten rumah tangga di luar negeri.

“Bisa ke Abu Dhabi?” tanya Rika kepada para sponsor/agen TKI itu. Para agen kampung itu bilang bisa ke Abu Dhabi. Rika juga menanyakan apakah kepergiannya ke Abu Dhabi melalui jalur resmi, para agen kampung itu juga menyatakan melalui jalur resmi. “Saya takut kalau gak resmi,” kata Rika yang pernah bekerja sebagai ART di Arab Saudi selama 2 tahun itu.

Rika menyebut sejumlah nama yang menjadi agen kampung yang menawarinya. Ada Nani, Ratna dan Hj Royanti. Merekalah yang mengenalkan Rika dengan Husein dan Adam Sarah yang kemudian memproses kepergian ke Abu Dhabi. Pemeriksaan kesehatan dan pembuatan paspor dijalani Rika dengan lancar. Saat mengurus paspor di Imigrasi Kota Bogor, Rika hanya datang saat foto. Setelah itu, beberapa hari kemudian paspor pun jadi. Rika semakin yakin bahwa agen yang memberangkatkan adalah orang yang bertanggung jawab, apalagi Rika tidak mengeluarkan uang sepeser pun.

Singkat cerita, 2 bulan kemudian, akhirnya Rika dijemput dari kampung halamannya menuju Jakarta. Dalam proses pemberangkatan, Rika ditempatkan di sebuah rumah kontrakan di Kampung Rambutan, Jakarta Timur. Setelah 2 minggu di kontrakan, Rika dikabari bahwa dia tidak bisa berangkat ke Abu Dhabi. Alasan yang agen sampaikan, proses ke Abu Dhabi sedang ada masalah dan ditutup sementara.

“Saya sempat sampaikan kalau memang gak bisa ke Abu Dhabi, saya bilang ya sudah saya pulang saja. Tapi mereka menawarkan ke Maroko,” kata Rika. Negara Maroko masih asing bagi telinga Rika. “Setelah dijelaskan bahwa Maroko adalah negara Arab juga, akhirnya saya mau ke Maroko,” kisah Rika.

Setelah ditetapkan waktu keberangkatan, Rika kemudian diterbangkan ke Batam sebelum lanjut ke penerbangan ke Maroko. Rika dibekali uang Rp 400 ribu. Namun, di Batam, uang itu diambil kembali oleh pihak agen. Rika pun kemudian terbang ke Maroko hanya dibekali tiket pesawat, tanpa ada uang sepeser pun. Sesampai di Bandara Casablanca pada 1 April, Rika kemudian dijemput agen di Maroko yang kemudian membawanya ke rumah majikannya.

Tapi apes bagi Rika. Dia mengaku mendapat majikan yang kurang baik. Dia sering dimarahi. “Saya juga pernah ditoyor kepala saya,” aku Rika. Sampai akhirnya Rika jatuh sakit. Namun, majikan meyakini dirinya tidak sakit. Dia sempat dibawa ke dokter oleh majikan, tapi oleh dokter, Rika tidak dinyatakan sakit. “Padahal saya sakit beneran. Saya sempat pingsan 2 kali,” kata dia. Rika juga belum dibayar meski sudah bekerja selama 1 bulan lebih. Oleh agen, Rika dijanjikan gaji US$ 350 per bulan.

Akhirnya Rika memberanikan diri untuk kabur. Berbekal bahasa Arab yang dia kuasai, Rika akhirnya kabur dari rumah majikan pukul 04.00 pagi, 6 Mei lalu. Dia kemudian lapor ke kantor polisi. Akhirnya oleh polisi, majikan diminta datang untuk menemui dan menyelesaikan masalah dengan Rika. Majikan diminta mengembalikan paspor Rika dan memulangkannya ke Indonesia.

“Tapi oleh majikan saya, saya diantar ke stasiun dan ternyata saya diantar ke KBRI Rabat,” ujar Rika menceritakan bagaimana dia bisa sampai ke KBRI Rabat. Akhirnya, Rika dimasukkan ke dalam shelter KBRI hingga saat ini. “Saya hanya ingin pulang ke Sukabumi,” pinta perempuan yang sudah ditinggal kabur suaminya ini dengan lirih.

Staf KBRI Rabat, Hadi, menyatakan KBRI membantu memproses kepulangan Rika ke Indonesia. Salah satu caranya, KBRI meminta agen untuk membantu biaya tiket pesawat Rika, karena KBRI tidak memiliki anggaran cukup untuk membiayai kepulangan para tenaga kerja ilegal seperti ini. Atas negosiasi yang cukup panjang, akhirnya agen mau mengirimkan biaya pemulangan Rika baru beberapa hari lalu. “Agen sudah transfer Rp 13 juta. Saat ini, Rika tinggal menunggu clearance dari pemerintah Maroko untuk bisa kembali ke Indonesia,” kata Hadi.

Dubes Hasrul Azwar meminta Rika untuk lain kali berhati-hati dengan agen tenaga kerja yang menjanjikan bekerja di luar negeri. “Maroko ini bukan negara penempatan TKI,” kata Hasrul. Lebih lanjut Hasrul meminta agar agen-agen seperti agen yang memberangkatkan Rika bisa diproses dan ditindak di dalam negeri, sehingga tidak ada lagi korban seperti Rika lagi.

Tulisan ini dimuat pertama kali di Kumparan.com dan dimuat di SahabatMaroko.com atas izin penulis.

Foto Lainnya

Maroko dan Spanyol Diperkirakan Bangun Kedaulatan Bersama atas Ceuta dan Melilla

Sebelumnya

Krisis Air Fokus Utama Pidato Hari Tahta Raja Mohammed VI

Berikutnya

Artikel Sahara